Jumat, 10 Agustus 2012

Hukum ,Syarat & 3 Rukun I'tikaf Di Bulan Ramadhan

I'tikaf, Apa Hukumnya?
 I’tikaf telah disepakati umat Islam sebagai ibadah dan cara yang paling utama untuk ber-taqqarub kepada Allah SWT. Dalil disyariatkannya i’tikaf adalah firman Allah SWT: ‘’… Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, i’tikaf, dan yang sujud.’’ (QS Al-Baqarah [2]: 125) Dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 187, Allah SWT Berfirman, ‘’… Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu (istri), sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid.’’ Para ulama membagi hukum i’tikaf menjadi dua jenis, yakni wajib dan sunah. Namun, Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam Fadhilah Ramadhan, membagi hukum i’tikaf menjadi tiga jenis, yakni i’tikaf wajib, i’tikaf sunah, dan ’tikaf nafil.
 a. I’tikaf Wajib.
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah, i’tikaf wajib adalah i’tikaf yang diwajibkan oleh seseorang pada dirinya sendiri. Nazar merupakan ikrar yang harus ditunaikan. Misalnya, seseorang mengatakan, ‘’Bila Allah SWT menyembuhkan sakitku, maka aku akan beri’tikaf sehari.’’ Atau ada yang bernazar, ‘’Aku bernazar akan beritikaf sebulan.’’ Dalam keadaaan tersebut, maka hukum i’tikaf menjadi wajib. Jadi, menurut Al-Kubaisi, i’tikaf hukumnya menjadi wajib bila disertai dengan nazar. I’tikaf wajib didasari oleh sebuah hadis Nabi SAW. Ibnu Umar RA mengatakan bahwa Umar bertanya kepada Nabi SAW. (dalam satu riwayat: dari Ibnu Umar dari Umar bin Khattab berkata, "Wahai Rasulullah! Pada zaman jahiliah dulu, saya bernazar untuk beri'tikaf semalam di Masjidil Haram." Beliau bersabda, "Penuhilah nazarmu." Lalu Umar beri'tikaf semalam. (HR Bukhari). Pada dasarnya, menepati janji atau nazar hukumnya memang wajib berdasarkan firman Allah SWT: ‘’Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka, hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka, dan hendaklah mereka melakukan thawaf di sekeliling rumah tua itu (Baitullah).’’ (QS Al Hajj: 29). Aisyah RA berkata bahwa Nabi SAW bersabda, ‘’Barang siapa yang bernazar untuk melakukan ketaatan kepada Allah, maka hendaklah ia penuhi nazarnya; dan barang siapa bernazar untuk melakukan kemaksiatan terhadap Allah, maka hendaklah jangan ia lakukan perbuatan maksiat itu.’’ (HR Bukhari, An-Nasa’i).
 b. I’tikaf Sunah.
 Seperti dicontohkan Rasulullah SAW, i’tikaf sunah dilaksanakan pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Menurut Al-Kubaisi, sejak hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi SAW secara rutin beri’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, hingga akhir hayatnya. Hal itu sesuai dengan hadis Nabi SAW: Hadis riwayat Ibnu Umar RA: ‘’Bahwa Nabi SAW selalu i’tikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadan. (Shahih Muslim No.2002). Hadis riwayat Aisyah RA, ia berkata: ‘’Adalah Rasulullah SAW jika telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, beliau menghidupkan malam (untuk beribadah), membangunkan istri-istrinya, bersungguh-sungguh (dalam ibadah) dan menjauhi istri. (Shahih Muslim No.2008) Hadis riwayat Aisyah RA, ia berkata: ‘’Adalah Rasulullah SAW, beliau bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, tidak seperti pada hari lainnya’’. (Shahih Muslim No.2009) Adapun dalil yang membuktikan bahwa Rasulullah SAW selalu I’tikaf pada bulan Ramadhan adalah hadis berikut: Aisyah RA berkata, "Nabi beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari (dalam satu riwayat: setiap 2/259) bulan Ramadhan. Maka, saya buatkan untuk beliau sebuah tenda. Setelah shalat subuh, beliau masuk ke dalam tenda itu. (Apakah Aisyah meminta izin kepada beliau untuk beri'tikaf? Lalu Nabi memberinya izin, lantas dia membuat kubah di dalamnya. Maka, Hafshah mendengarnya). Kemudian Hafshah meminta izin kepada Aisyah untuk membuat sebuah tenda pula, maka Aisyah mengizinkannya. Kemudian Hafshah membuat tenda (dalam satu riwayat: kubah). Ketika Zainab binti Jahsy melihat tenda itu, maka ia membuat tenda untuk dirinya. Ketika hari telah subuh, Nabi melihat tenda-tenda itu (dalam satu riwayat: melihat empat buah kubah). Lalu, Nabi bertanya, 'Tenda-tenda apa ini?' Maka, diberitahukan orang kepada beliau (mengenai informasi tentang mereka). Lalu, Nabi bersabda, 'Apakah yang mendorong mereka berbuat begini? Bagaimanakah sebaiknya menurut pikiran kamu mengenai mereka? (Aku tidak melakukan i'tikaf sekarang 2/260).' Lalu, beliau menghentikan i'tikafnya dalam bulan itu. Kemudian beliau beri'tikaf pada sepuluh hari (terakhir) bulan Syawal." (HR Bukhari).
 c. I’tikaf Nafil.
 Menurut Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi, i’tikaf nafil adalah i’tikaf tanpa batasan waktu dan hari. Menurut dia, kapan saja seorang berniat i’tikaf, ia dapat melakukannya.
  Inilah Syarat I'tikaf di Bulan Ramadhan 
Para ulama bersepakat ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Muslim yang akan beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Berikut ini adalah syarat i’tikaf yang disepakati para ulama:
 a. Islam. Karena i’tikaf merupakan salah satu bentuk ibadah, maka orang yang melakukannya harus beragama Islam. Menurut Al-Kubaisi, setiap ibadah yang tidak dibarengi dengan syarat Islam, maka tidak akan diterima dan tak berpahala serta tertolak. Allah SWT berfirman: ‘’Barang siapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tak diterima (agama itu) daripadanya.’’ (QS Ali Imran ayat 19).
 b. Berakal. Salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam setiap ibadah adalah berakal. Orang gila atau yang tak berakal tidak dibebani taklif. Rasulullah SAW bersabda, ‘’Diangkat pena dari tiga orang. Di antaranaya adalah dari orang yang hilang akal (tak sadar) hingga ia sadar.’’ (HR Bukhari).
 c. Suci dari junub, haid, dan nifas. Menurut Al-Kubaisi, para ulama sepakat bahwa orang junub (suami-istri yang telah bersetubuh tetapi belum mandi), wanita haid, dan wanita yang melahirkan tapi belum sampai pada 40 hari adalah orang-orang yang dilarang masuk atau tinggal di dalam masjid. ‘’Sedangkan, i’tikaf adalah ibadah yang dilakukan di dalam masjid,’’ kata Al-Kubaisi. Menurut dia, barangsiapa yang tak dapat mewujudkan kesucian, maka i’tikafnya tidak sah. Allah SWT berfirman, ‘’Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (dan jangan pula menghampiri masjid, sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja hingga kamu mandi…’’ (QS An-Nisa: 43)
  Inilah 3 Rukun I'tikaf di Bulan Ramadhan 
 a. Niat. Para ulama juga sepakat bahwa niat merupakan salah satu rukuni’tikaf. Setiap ibadah, menurut Al-Kubaisi, akan sah bila disertai dengan niat. ‘’Jadi tak ada i’tikaf bila tak ada niat,’’ ujar Al-Kubaisi. Umar bin Khattab berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘’Sesungguhnya segala amalan harus dengan niat dan sesungguhnya bagi seseorang adalah apa yang diniatinya.’’ (HR Bukhari dan Muslim).
 b. Masjid. Sebagai tempat dilaksanakannya i’tikaf, tentu saja masjid menjadi syarat sah i’tikaf. Menurut Al-Kubaisi, ibadah i’tikaf yang dilakukan seorang Muslim berakal disebut sah jika dilakukan di dalam masjid. Allah SWT berfirman, ‘’… Dan janganlah kamu campuri mereka (istri-istri) itu, sedangkan kamu beri’tikaf di masjid.’’ (QS Al-Baqarah [2]: 187). Menurut Sayyid Sabiq, i’tikaf hanya sah bila dilakukan di masjid.
 c. Berdiam di Masjid. Dalam pelaksanaan i’tikaf ada dua hal yang harus diperhatikan Pertama, i’tikaf dilaksanakan di setiap Masjid yang dipakai shalat berjamaah lima waktu. Hal ini dalam rangka menghindari seringnya keluar dan untuk menjaga pelaksanaan shalat berjamaah setiap waktu. Kedua, agar i’tikaf itu dilaksanakan di Masjid yang dipakai buat shalat Jumat, sehinga orang yang i’tikaf tidak perlu meninggalkan tempat i’tikafnya menuju masjid lain.

Sumber : http://www.republika.co.id/ Redaktur: Heri Ruslan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar