Sabtu, 07 April 2012

Sejarah Pembukuan Al-Qur'an


1. Periode Nabi Muhammad SAW
Al-Qur’an adalah kalam allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril yang  menjadi mu’jizat atas kenabiannya. Dimana Al-Qur’an sebagai  sumber ajaran islam,  akan tetapi diwahyukannya Al-Qur’an kepada rasulullah tidak sekaligus melainkan secara mutawatir(bertahap) pada saat terjadi suatu peristiwa (As-Babun Nuzul), disamping rasulullah menghafalkan secara pribadi, Nabi juga memberikan pengajaran kepada sahabat-sahabatnya untuk dipahami dan dihafalkan, ketika wahyu turun Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menulisnya agar mudah dihafal karena Zaid merupakan orang yang paling berpotensi dengan penulisan, sebagian dari mereka dengan sendirinya menulis teks Al-qur’an untuk di milikinya sendiri diantara sahabat tadi , sebagian para sahabat lagi ada yang  menyodorkan al-Qur’an kepada Nabi dalam bentuk hafalan dan tulisan-tulisan. Pada masa rasullah untuk menulis teks al-Qur’an sangat terbatas sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah kurma,lempengan-lempengan batu dan dikeping-keping tulang hewan.  Meskipun Al-Qur’an sudah tertuliskan pada masa rasulullah tapi al-qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf .
Pada saat itu memang sengaja dibentuk dengan hafalan yang tertanam di benak-benak dada para sahabat dan penulisan teks Al-Qur’an yang di lakukan oleh para sahabat. Dan tidak dibukukan di dalam satu mushaf di karenakan rasulullah masih menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain, jika umpama Al-Qur’an segera dibukukan pada masa rasulullah, tentunya ada perubahan ketika ada ayat yang turun lagi atau ada ayat yang dimanskuh oleh ayat yang lain.

2. Periode Abu Bakar r.a
Ketika rasullulah wafat dan ke khalifaaan jatuh ketangan Abu Bakar, kondosi sosial sangat ricuh pada masalah  aqidah diantaranya:
  • Kemurtatan yang dialakukan oleh suku arab, akan tetapi kejadian ini dapat dipadamkan dengan mudah, dalam sejarah tragedi ini disebut perang riddah.
  • Keengganan suku arab membayar zakat, karena mereka beranggapan membayar zakat hanya ada pada hayat Nabi Muhammad. Tragedi ini dengan Abu- Bakar juga mampu dipadamkan.
  • Banyaknya Dari kepala suku yang mengaku Nabi setelah Wafatnya Nabi Muhammad SAW (632M) seperti Aswad Al-Ansi seorang pemimpin suku badui dari yaman, Saj’ah seorang wanita Kristen yang mengaku Nabi dari suku yarbu di Asia tengah, Thulaihah Bin Khuwalid dari suku bani As’ad di Arabia selatan, Musailamah Al-Kadzab dari suku hanifah di pusat jazirah Arab.
Dalam rangka memerangai musailamah Al-Kadzab terjadilah pertempuran yang sangat besar antara pasukan islam yang dipimpin oleh Khalid bin walid dan pasukan musailamah Al-Kadzab yang berjumlah 40.000 semestara dari Khalid bin walid hanya berjumlah 10.000 akan tetapi atas niat tulus untuk menegakkan agama Allah kemenangan masih berpihak kepada islam. Tragedi ini dinamakan perang Yamamah (12 H),yang menewaskan sekitar 70 para Qori’dan Hufadz. dari sekian banyaknya para hufadz yang gugur, Umar Bin Khattab khawatir Al-Qur’an akan punah dan tidak akan terjaga, kemudian umar menyusulkan kepada Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah untuk mengumpulkan  Al-Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf, pada awalnya Abu Bakar menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa rasulullah, dengan penuh keyakinan dan semangatnya untuk melestarikan Al-Qur’an umar berkata kepada Abu Bakar “ Demi allah ini adalah baik” dengan terbukanya hati Abu Bakar akhirnya usulan Umar diterima. Abu Bakar menyerahkan urusan tersebut kepada Zaid Bin Tsabit . Pada awalnya Zaid bin Tsabit menolak  dikarenakan pengumpulan Al-Qur’an tidak pernah dilakukan pada masa rasulullah sebagaimana Abu Bakar menolaknya. Zaid bin Tsabit dengan kecerdasannya mengumpulkan Al-Qur’an dengan berpegang teguh terhadap mushaf yang ada di rumah rasulullah, mushaf pribadi para sahabat dan hafalan-hafalan yang ada di benak para sahabat yang masih tersisa pada peperangan yamamah . Zaid sangat hati-hati didalam penulisannya, karena al-Qur’an merupakan sumber pokok ajaran islam. Yang kemudian Zaid menyerahkan hasil penyusunannya kepada Abu Bakar, dan beliau menyimpannya sampai wafat.
3. Periode Umar Bin Khattab
Pada masa masa Umar Bin Khattab tidak terjadi penyusunan dan permasalahan apapun tentang Al-Qur’an karena al-Qur’an dianggap sudah menjadi kesepakatan dan tidak ada perselisihan dari kalangan sahabat dan para tabi’in. dimasa kekhalifaan umar lebih konsen terhadap perluasan wilayah yang meliputi Syiria, Persia, palestina dan mesir. Akan tetapi Umar Bin tetap menjaga al-Qur’an dengan sepenuhnya sebagai mana Abu –Bakar menjaganya dengan penuh perhatian.  Setelah Umar Bin Khattab wafat Al-Qur’an Diserahkan Kepada Hafsah istri Nabi Muhammad.
4. Periode Ustman Bin Affan
Semakin banyaknya negara yang ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, semakin beraneragamlah pula pemeluk agama islam, disekian banyaknya pemeluk agama islam mengakibatkan perbedaan tentang Qiro’ah antara suku yang satu dengan yang lain, masing-masing suku mengklaim Qiro’ah dirinyalah yang paling benar. Perbedaan Qiro’ah tersebut terjadi disebabkan kelonggaran-kelonggaran yang diberikan Nabi Muhammad kepada Kabilah-kabilah Arab dalam membaca Al-Qur’an menurut dialeknya masing-masing. Hufaidzah bin Yaman yang pernah ikut perang melawan syam bagian Armenia bersamaan Azabaijan bersama penduduk Iraq. Telah melihat perbedaan tentang Qiro’ah tersebut. Setelah pulang dari peperangan. Hufaidzah menceritakan adanya perbedaan qiro’ah kepada Ustman Bin Affan, sekaligus ia mengusulkan untuk segera menindak perbedaan dan membuat kebijakan, dikhawatirkan akan terjadi perpecahan dikalangan ummat islam tentang kitab suci, seperti perbedaan yang terjadi dikalangan orang yahudi dan Nasrani yang mempermasalahkan perbedaan antara kitab injil dan taurat. Selanjutnya Ustman Bin Affan membentuk lajnah (panitia) yang dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.
Ustman Bin Affan memerintahkan kepada Zaid untuk mengambil Mushaf yang berada dirumah Hafsah dan menyeragamkan bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays, mushaf yang asli dikembalikan lagi ke Hafsah. Ustman Bin Affan menyuruh Zaid untuk memperbanyak mushaf yang diperbaruhi menjadi 6 mushaf, yang lima dikirimkan kewilayah islam seperti Mekkah, Kuffah, Basrah dan Suria, yang satu tersisa disimpan sendiri oleh Ustaman dirumahnya. Mushaf ini dinamai Al-Imam yang lebih dikenal mushaf Ustmani, demikianlah  terbentuknya mushaf ustmani dikarenakan adanya pembaruan mushaf pada masa ustman Bin affan.
Kesimpulan
Pada masa rasulullah Al-Qur’an hanya berupa hafalan-hafalan yang berada benak dada para sahabat dan tulisan dilempeng-lempeng batu, pelepah kurma dan dikeping-keping tulang, pada masa itu Al-Qur’an masih berserakan belum ada pembukuan al-Qur’an dalam satu mushaf.  atas usulan Umar pada Abu Bakar mulailah terbentuk pengumpulan dan pembukuan Al-Qur’an, yang dipicu oleh banyak para Qori’ dan hufadz yang gugur pada peperangan Yamamah ( melawan orang yang mengaku nabi palsu ), dikawatirkan Al-Qur’an akan punah. Pada masa Umar Bin Khattab tidak terjadi permasalahan dengan Al-Qur’an, karena pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab lebih berorientasi terhadap perluasan wilayah. Masa Ustman terjadi perubahan da Mushaf Al-Qur’an karena adanya perbedaan antar suku, atas usulan Hufaidazh ustman menyeragamkan pembacaan Al-Qur’an dengan dialek Qurays, yang kemudian Mushaf tersebut disebut Al-Imam yang lebih dikenal dengan mushaf Ustmani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar